Dan Tak Perlu Engkau Bersikap Inferior
Pekerjaan harianku adalah seorang pegawai biasa di perusahaan biasa yang
menganggap dirinya luar biasa. Perusahaan yang berkiblat pada Jepang, memiliki
etos kerja Jepang tetapi berkesejahteraan Indonesia. Panjang dan ribet sekali
bukan. Setiap tahun pemiliknya selalu memberikan pengarahan yang sama kepada
kami para pegawainya, bertujuan untuk memperkuat fondasi dasar
perusahaan. Dan pengarahan itu selalu membahas Jangan bersikap Inferior terhadap negara lain. Dan kami semua mengernyit.
Baiklah saya ralat, tidak semua. Tapi hanya beberapa dari kami yang mengernyit.
Karena posisi kepala yang harus selalu fokus ke depan saat mendengarkan
pengarahan tersebut, tentu saja saya tidak terlalu tahu mengenai teman yang sepemikiran
atau yang setuju dengan pernyataan Sang Pemimpin.
Beliau yang notabene lebih lama hidup di Jepang mengatakan,
"Saya sudah 12 tahun hidup dan bekerja di Jepang. Jadi, saya lebih tahu
tentang Jepang daripada Indonesia. Mungkin Anda yang berada di sini lebih
mengerti tentang Indonesia daripada saya." Dan bila anda melihat wajah
saya saat itu, mungkin anda akan tertawa karena wajah Sang Pesinetron telah lahir pada hari itu.
Andaikan saat itu sudah ada tiktok dan meme komik, pasti saat ini saya sudah viral.
Pengarahan tersebut mengarahkan kita untuk selalu bersikap optimis dan tidak
bersikap inferior terhadap negara lain, khususnya Jepang. Dan sekali lagi saya
bingung, "Apa yang harus di inferior kan? Mengapa saya harus bersikap
inferior?" Itulah pertanyaan yang berkelebat di otak saya selama
pengarahan berlangsung. Karena sejujurnya, saya merasa bangga akan diri saya
sendiri tapi tidak sampai tahap sombong tentunya. Merasa kagum dengan kemajuan
negara lain itu diperbolehkan. Normal. Tapi merasa bahwa dirinya kecil di depan
negara lain tanpa alasan yang jelas, itu sangat membingungkan. Saya mengakui
alasan kekaguman itu cukup jelas, namun jiwa saya memberontak saat Indonesia
tidak memiliki harga diri sedikitpun di hati rakyatnya. Terutama warga negara
yang sudah terlalu lama di tinggal di negara orang. Tidak semua tentunya.
Sang
pemimpin mengajukan pertanyaan yang lagi-lagi sangat menarik, "Sebutkan
satu nama negara dan kebanggaan anda terhadap negara tersebut?" Hampir
seluruh teman saya mengacungkan tangan dan menyebutkan nama suatu negara dengan
kebanggaan yang entah saya tidak mengerti atau tidak pernah mendengarnya.
Hingga sayapun tergelitik untuk mengacungkan tangan dan menjawab
"Indonesia dan saya bangga dengan nasi uduknya." Seluruh pegawai
tertawa sedangkan pemimpin kami? Tidak terlalu peduli bahkan terkesan tidak
suka.
Akhirnya hak libur kami diberikan setelah pengarahan selesai. Sebenarnya cerita
ini seperti tugas pelajaran bahasa indonesia, menulis karangan mengenai liburan
sekolah. Kembali lagi mengenai liburan saya kali ini. Tahun ini saya
menghabiskan liburan kerja sebagai driver go-send. Tentu anda tahu dengan
istilah itu, karena segala yang berhubungan dengan go menjadi amat sangat viral
dan In. Dan disinilah saya, seorang wanita yang mengisi waktu liburannya
sebagai driver pengantar barang belaja online. Jadi, untuk kamu yang sering
belanja online. Saya berterima kasih karena kalian berjasa dalam memberikan
uang saku selama liburan saya berlangsung.
Suatu hari saya mengantarkan sebuah paket kecil berukuran sekitar 20 cm ke
daerah Jakarta yang pemukimannya agak sempit dan kumuh. Saat melihat rumahnya
yang kecil dengan gangnya yang sangat sempit, tentu saya tidak mengharapkan
tips. Sejujurnya saya hanyalah manusia biasa yang terkadang tetap mengharapkan
tips dari customernya. Hahaha. Tapi tenang saja wahai para customer, saya tidak
akan mengeluh jika Anda tidak memberikan tips. Setelah menyerahkan paket
tersebut, tiba-tiba penerima paket tersebut menghampiri saya dan memberikan
beberapa lembar uang dua ribuan lusuh sambil berkata "Mbak, ini buat
jajan." Dan saya hanya terperangah. Karena saya sama sekali tidak
mengharapkan tips dari mereka. Melihat kondisi rumahnya saja, hati saya sudah
berdesir.
Sepanjang perjalanan ke masjid untuk sholat ashar. Pikiran saya terus berputar,
"Keren banget, dia orang susah. Tapi dia masih mau berbagi dengan gw."
Kekaguman tersebut terus terngiang hingga akhirnya saya memutuskan memasukkan
uang tips berjumlah enam ribu itu ke kotak amal masjid. Salah satu teman pernah
berkata "Suatu hal biasa saat kamu mempunyai uang banyak dan kamu
berinfaq. Tapi akan menjadi hal yang luar biasa saat kondisimu sedang susah
atau di bawah, tapi kamu masih mau berbagi atau berinfaq." Saat itu saya
hanya terperangah dengan ucapan itu. Namun, hari ini saya lebih terkagum-kagum
dengan pelaksanaan sesungguhnya. Sungguh, berbagi itu indah dan bisa menjadi
obat hati, baik untuk si pemberi maupun si penerima. Dan jika ada yang
berpendapat bahwa berbagi adalah hal yang dapat menular. Hari ini saya
menyetujuinya. Karena beberapa lembar uang itu mengalir kembali ke kotak infaq.
Dan muncullah kembali pertanyaan yang berkaitan dengan kata inferior. Apakah
customer merasa inferior saat hendak memberikan uang ribuan kucel pada
saya? Apakah dia juga pusing memikirkan, "Ah cuma enam ribu. Sedikit. Malu
ngasihnya." Terlepas dari pikiran itu, customer itu tetap memberikan uang
itu pada saya. Ia berbagi dengan saya dengan tatapan penuh
bangga. Hari itu bertambahlah ilmu saya sebagai manusia. Mungkin mereka
berfikir, "Untuk apa kamu cape bekerja seperti itu. Padahal gajimu sudah
lebih dari cukup?" Karena dan amat sangat karena belum tentu saya bisa
belajar tentang hal ini di Jepang, Belanda atau negara lainnya. Saya cukup
belajar di pemukiman kecil dan sumpek. Dan itu belum tentu bisa ditemukan
disana. Dimanapun kita, seharusnya akan menjadi tempat pembelajaran yang baik bagi kita.
Tergantung kita, mau atau tidak.
Tidak perlu kamu merasa inferior karena kondisi, gaji atau rumahmu yang lebih
kecil dari orang lain. Karena kita bergeraklah untuk diri kita sendiri bukan untuk
mendapatkan pengakuan orang lain. Pengakuan dari orang lain itu penting. Tapi
bagaimana orang lain bisa mengakuimu sedangkan kamu belum mengakui dirimu
sendiri.
Menjadi hebat tidaklah harus dengan berapa lama kamu tinggal di negara maju.
Menjadi hebat adalah bagaimana kamu masih mau belajar dari siapapun, entah dia
yang berada di bawahmu atau mereka yang berada di atasmu.Tentunya dengan rendah
hati, bukan rendah diri.
No comments:
Post a Comment