Pages

Wednesday, November 27, 2013

By my pleasure, i invite you to share your opinion about my short story "LALU MENGAPA JIKA KAMI TIDAK PERAWAN " at inspirasi.co/forum/board/11



LALU MENGAPA JIKA KAMI TIDAK PERAWAN


“Aku sudah tidak perawan sejak TK. Kakekku membawaku dan membiarkan teman temannya menyentuh dan merampas apa yang tidak kumengerti saat itu.”
Ia tersenyum mengakui kenyataan pahit itu. Masih kuingat, hiruk pikuknya Pasar Senin saat itu. Di tengah panas teriknya siang. Seakan memiliki dunia sendiri, kami termenung di tengah kerumunan orang orang yang hilir mudik dengan berbagai kesibukan mereka.
Aku menggenggam tangan sahabatku erat.
“Lalu apa yang kau rasakan saat ini?”
Ia tersenyum kembali, tapi kali ini tersenyum sinis
“Mungkin setelah ini kau akan menasehatiku dengan mengatakan ‘sudahlah tidak perlu difikirkan kembali. Kami akan menerimamu apa adanya.’ Bukankah begitu?” Ia menatapku tajam, seakan akan aku tidak memahami penderitaannya.
“Karena kau tidak merasakan apa yang aku rasakan.” Ia melanjutkan. Menghakimi dengan rasa sakit yang ia kubur selama bertahun tahun.
“Lalu bagaimana denganku, sahabatku?” Pandanganku menerawang jauh. Ia memandangku tak mengerti
“Mereka juga melakukan hal yang sama padaku.“
“Maksudmu sama denganku?” Aku tertawa kecil mendengar pertanyaan itu
“Aku tidak tahu mengapa Tuhan mempertemukan kita berdua, dengan masa lalu yang sama. Tapi . . . .”
Ia masih menatapku tak percaya
“Mungkin Tuhan ingin kita berbagi, dan ingin kita pulih dari rasa sakit yang kita pendam selama bertahun tahun.” Aku menatapnya teduh, mengiklaskan apa yang terjadi peristiwa saat aku kelas 4 SD
“Apakah kau tidak merasakan sakit itu? Atau saat ini kau sudah mati rasa?”
Kaget menyerangku seketika. “Apakah aku iklas atau benar benar memang mati rasa?” tanyaku pada diri sendiri. Namun, mengapa hati ini tidak terasa berat seperti dahulu. Mengapa saat ini aku hanya merasa  . . . .
“Istimewa”
“Ha?” ia memandangku tak mengerti atas sepenggal kata yang barusan kuucapkan
“Aku hanya merasa istimewa karena Tuhan memberikan kisah hidup yang berbeda dengan yang lain.” Angin panas menerpa saat kami saling memandang
“Tidak munafik, memang sangat sakit saat aku menyadari bahwa hal itu terjadi padaku, oleh 5 orang teman-temanku sendiri. Tapi aku yakin bahwa Tuhan percaya aku bisa dan istimewa. Karena Tuhan tidak akan memberikan sesuatu padaku tanpa alasan dan tujuan. Mungkin aku yang tak sabar dengan menanyakan ‘Kenapa Engkau berikan ujian ini padaku, Tuhanku?’ Padahal Tuhan sudah merencanakan hal yang lebih indah dan perfect dari rencana kita. Aku percaya Allah adalah perencana terbaik”
“Lalu bagaimana dengan orang sekitarmu. Apakah mereka akan menerima keadaanmu, keadaan kita?”
Aku menghembuskan nafas panjang
“Apakah hanya itu tolak ukur bahwa kita masih perawan. Aku tidak peduli dengan pandangan mereka. Bukan aku yang menginginkan kejadian itu. Toh . . . .”
Aku memandangnya tajanm
“Bukan hanya vagina yang menentukan perawan atau tidaknya kita. Tapi perilaku dan tingkah laku kita lah yang menggambarkan apakah kita seorang perawan ataukah kita seorang pelacur.”
Aku menarik nafas lega. Bahagia atas keiklasan yang telah kurasakan. Dan untuk pertama kalinya aku berbagi secara lisan terhadap orang lain. Mengakui keberadaanku sendiri.
Aku memeluk tubuh sahabatku erat
“Terimalah dan akuilah keberadaan diri kita. Kondisi, fisik maupun masa lalu kita. Saat kau sudah menerima dirimu sendiri, kau akan merasakan keiklasan dan ketenangan dalam hatimu, sahabatku . . . .”

No comments:

Post a Comment